LAKON MAKRIFAT DEWA RUCI
FOTO: Dalang Ki Enthus Susmono dan Romo Kyai Sholeh Bahruddin setelah prosesi penyerahan "Gunungan", sebagai penanda dimulainya pagelaran Wayang Kulit dengan lakon "Makrifat Dewa Ruci"
Di bawah kepiawaian dalang kondang, Ki Enthus Susmono, sebuah lakon pewayangan yang sarat dengan nilai-nilai keteladanan dan falsafah kehidupan dipentaskan pada malam puncak peringatan Dies Natalis Universitas Yudharta Pasuruan ke-XIV, bertempat di pelataran kampus, 7 Mei 2016 lalu.
Ya, pertunjukan wayang kulit dengan lakon yang bertajuk "Makrifat Dewa Ruci” ini mengisahkan perjalanan Bima atau Werkudara dalam menetapi perintah dari sang guru, Resi Durna untuk mencari ilmu air kehidupan tirtaamerta. Meski perintah dari sang guru tersebut teramat berat dan sulit, Bima tetap berupaya sekuat tenaga untuk memenuhinya.
Ki Enthus Susmono dalam pementasannya menceritakan, lakon Makrifat Dewa Ruci memang sarat dengan nilai-nilai falsafah kehidupan. Tekad Bima untuk mencari air kehidupan sesuai perintah gurunya Resi Durna melambangkan teladan untuk bakti murid kepada gurunya. Sedangkan dalam perjalanannya itu, Bima dihadang berbagai rintangan yang berat mulai dari raksasa di dalam gua, ular naga di tengah lautan, hingga dapat bertemu dengan Dewa Ruci.
"Hal ini melambangkan perjuangan manusia untuk mencapai tujuan hidup yang mulia akan selalu bertemu dengan hambatan dan rintangan. Namun dengan kesungguhan, tekad yang bulat, dan senantiasa meminta restu dari Yang Maha Kuasa maka semua itu akan terlewati serta menghantarkan manusia pada kesempurnaan hidupnya," kata Ki Enthus, yang juga menjabat sebagai Bupati Tegal tersebut.
Post a Comment